Sistem pendidikan formal di Indonesia mengharuskan siswa menjalani sekolah selama 12 tahun—mulai dari SD hingga SMA. Waktu yang tidak singkat ini seharusnya menjadi bekal penting untuk membangun masa depan. slot deposit qris Namun kenyataannya, banyak lulusan merasa bahwa selama 12 tahun belajar, mereka tidak pernah diajari hal fundamental yang disebut “membangun portofolio hidup.”

Portofolio hidup di sini bukan hanya soal dokumen akademis atau prestasi, tapi bagaimana seseorang merencanakan, mengelola, dan mengembangkan dirinya secara menyeluruh untuk masa depan yang nyata. Aspek seperti pengembangan skill, manajemen waktu, pengelolaan keuangan pribadi, hingga perencanaan karier sering kali tidak disentuh dalam kurikulum resmi.

Kurikulum yang Berfokus pada Nilai Akademis

Selama bertahun-tahun, fokus utama pendidikan formal adalah pada penguasaan materi akademis dan nilai-nilai ujian. Siswa didorong untuk menghafal, memahami konsep-konsep teoritis, dan mencapai skor tinggi dalam tes. Sayangnya, hal ini tidak menjamin mereka siap menghadapi dunia nyata yang penuh tantangan dan ketidakpastian.

Membuat portofolio hidup yang mencakup pengalaman belajar non-akademis, pengembangan karakter, serta rencana masa depan hampir tidak pernah menjadi bagian dari pembelajaran sehari-hari. Padahal, kemampuan untuk mengenali diri sendiri, mengatur prioritas, dan merencanakan langkah ke depan sangat penting dalam kehidupan dewasa.

Pentingnya Portofolio Hidup untuk Persiapan Masa Depan

Portofolio hidup adalah kumpulan dokumentasi dan refleksi yang menunjukkan perjalanan perkembangan seseorang—mulai dari pencapaian akademis, keterampilan, pengalaman organisasi, hingga proyek pribadi yang relevan. Dengan portofolio, seseorang dapat melihat dengan jelas kelebihan dan kekurangan dirinya, serta menentukan langkah apa yang harus diambil selanjutnya.

Bagi pelajar dan mahasiswa, portofolio hidup juga menjadi alat penting untuk melamar pekerjaan atau masuk ke perguruan tinggi, karena menunjukkan kemampuan dan pengalaman nyata yang lebih lengkap dibanding sekadar nilai raport.

Kesenjangan Antara Sekolah dan Dunia Nyata

Salah satu alasan mengapa portofolio hidup jarang diajarkan adalah karena fokus sekolah masih sangat terikat pada standar akademis dan ujian nasional. Banyak guru dan sekolah yang juga belum terbiasa atau memiliki sumber daya untuk mengajarkan pengelolaan diri secara menyeluruh.

Akibatnya, lulusan sering kali bingung saat menghadapi dunia kerja yang menuntut soft skills, kemampuan beradaptasi, dan pengalaman praktis. Mereka harus belajar “sendiri” di luar sekolah, yang tidak semua mendapat kesempatan yang sama.

Upaya Memperbaiki Pendidikan untuk Mengajarkan Portofolio Hidup

Seiring perubahan zaman, beberapa sekolah alternatif dan program pendidikan non-formal mulai memasukkan materi pengembangan diri, kewirausahaan, manajemen waktu, dan perencanaan karier ke dalam kurikulum mereka. Inisiatif ini memberi ruang bagi siswa untuk mulai membangun portofolio hidup dari usia muda.

Teknologi juga menjadi alat bantu yang efektif, misalnya aplikasi pembelajaran digital yang memungkinkan siswa membuat jurnal perkembangan dan dokumentasi kegiatan secara rutin.

Kesimpulan

Sekolah selama 12 tahun yang menekankan nilai akademis memang penting, tapi tanpa pembelajaran tentang portofolio hidup, banyak siswa yang lulus tanpa bekal memadai untuk menghadapi masa depan. Portofolio hidup bukan hanya soal prestasi, tapi juga soal bagaimana mengelola diri dan merencanakan jalan hidup. Menerapkan pembelajaran ini sejak dini akan membantu mencetak generasi yang lebih siap dan mandiri dalam menghadapi dunia nyata.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *